Paus Fransiskus sebagai Person of The Year 2013 oleh majalah Time

Baru 9 bulan menjabat, Paus dipilih menjadi Tokoh Terpilih 2013

Selamat Datang di Gereja Katolik Blog

Gabunglah di Twitter kami: https://twitter.com/Katolik_ku

Selamat Datang di Gereja Katolik Blog

Terimakasih atas kunjungannya, semoga blog ini bermanfaat untuk meningkatkan iman Katolik kita.

Selamat Datang di Gereja Katolik Blog

Terimakasih atas kunjungannya, semoga blog ini bermanfaat untuk meningkatkan iman Katolik kita.

Selamat Datang di Gereja Katolik Blog

Terimakasih atas kunjungannya, semoga blog ini bermanfaat untuk meningkatkan iman Katolik kita.

Selamat Datang di Gereja Katolik Blog

Terimakasih atas kunjungannya, semoga blog ini bermanfaat untuk meningkatkan iman Katolik kita.

Selamat Datang di Gereja Katolik Blog

Terimakasih atas kunjungannya, semoga blog ini bermanfaat untuk meningkatkan iman Katolik kita.

Rabu, 13 Desember 2017

Rumah Retret Wisma Cengkih

Ordo MSC punya rumah retret yg bagus, dekat gerbang tol Ciawi-Jakarta:

Wisma Cengkih
Jl. Raya Cihideung no. 36 - Cipelang, Cijeruk Bogor

Hp: 0856 1768 697




Tolong bantu promosi...
πŸ‘†πŸ‘†


Wisma Cengkeh: Jln. Raya Cihideung no 36, Cipelang, Cijeruk, Bogor, Jawa Barat 16740

0856 1768 697

Senin, 03 Juli 2017

RENUNGAN HARIAN KATOLIK DALAM BENTUK AUDIO-VIDEO Selasa 04 Juli 2017


_HARI BIASA, PEKAN BIASA XIII_
Santa Elisabeth dari Portugal; Santo Ulrich; Beati Pierre Georges Frassati
Warna Liturgi : HIJAU.

Bacaan Pertama : Kej. 19:15-29.
Mazmur Tanggapan : Mzm. 26:2-3,9-10,11-12. R : 3a.
Bait Pengantar Injil : Mzm. 129:5.
Bacaan Injil : Mat. 8:23-27.
Bacaan Ofisi : 1 Sam. 9:1-6,14-10:1.
 
■ *BACAAN HARIAN, INJIL dan RENUNGAN* oleh Pastor Paulus Kristianto Puji Sutrisno, O.Carm dari Gereja Maria Bunda Karmel, Paroki Tomang, Jakarta Barat.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/ugv8bsvpprnbcmjoc4nvrcg5dr53gzbc
■ *SSL - Siraman Sabda Ledalero* - Senandung Ucap dari Seminari Tinggi Santo Paulus di Ledalero, NTT.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/v5q466aamdvumt2xzfxzhfnlm3h8wfrh
■ *ReSi* [Renungan Singkat] Dehonian oleh Pastor Aloysius Yudistira, SCJ dari Gisting, Lampung.
_AUDIO AMR_ : https://1drv.ms/u/s!Ap_h6oNm2s7-iSS-xJi32Ba9QxGz
■ *InRhi* (Injil dan Inspirasi Hari Ini) oleh Pastor Eltus Mali, Pr dari Paroki St. Simon Petrus Gembala di Sungguminasa, Gowa, Keuskupan Agung Makassar.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/i6si89ejwb20go5rf9n0q64bo82bx9sd
■ *Daily Fresh Juice*  - _TUHAN YESUS ADA DALAM PERAHU_ - oleh Johan Ng dari Jakarta.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/cga3zoqk2wkq7vl3884298isajigbknd
■ *Siraman Rohani* oleh Pastor Fredy Jehadin, SVD dari Seminari Tinggi Bomana, Keuskupan Agung Port Moresby, Papua Nugini.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/d8spt57zlowsihds4fck3okkaq1ros8w
■ *Mutiara Pagi* oleh Pastor Agustinus Malo, CSsR dari Sumba, NTT, Keuskupan Weetebula.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/p4fcs95dvjeirkws1tegeasefvw3ijm7
■ *Pelita Hati* oleh Pastor Thomas Suratno, SCJ.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/149mpnb0v14emza10olpd6oo180k9s5b
■ *Renungan Harian* oleh Pastor Antonius Suhardi Antara, Pr dari Keuskupan Agung Jakarta.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/au8it9f2vjciynu1kfohog61c72k7o6k
■ *Renungan Charitas* - Kongregasi Suster Santo Fransiskus Charitas oleh Suster M. Dorotea FCh.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/kcd6pafsgd9m26nxacr6zj0ynp402xhy
■ *Renungan Selasa 04 Juli 2017* oleh Pastor Aloysius Agus Wijatmiko, Pr dari Gereja St. Paulus, Paroki Nganjuk, Keuskupan Surabaya.
_AUDIO M4A_ : https://app.box.com/s/yhn869aczzzf1bs591wbkma18w53ul2h
■ *Video Renungan Harian* Gereja Maria Bunda Karmel, Paroki Tomang, Jakarta Barat oleh Pastor Paulus Kristianto Puji Sutrisno, O.Carm.
_VIDEO LINK_ : https://youtu.be/vAXkYY-swhE
■ *Relung Cinta Pagi* oleh Pastor Martinus Gunawan Wibisono, O.Carm. dari Paroki Meruya, Gereja Maria Kusuma Karmel, Jakarta.
_AUDIO AMR_ : https://app.box.com/s/jr04ry9g5sn5eoeqxi9y8tnx1gs9hizy

TUHAN MENYEMBUHKAN LUKAKU DAN LUKAMU

TUHAN MENYEMBUHKAN LUKAKU DAN LUKAMU
(RD Josep Susanto)

Bacaan Injil hari ini kalau dibaca baik-baik dan teliti, seakan menelanjangi diri kita masing-masing.

Bukan cuma membongkar setiap borok, akar kepahitan dan luka dalam hidup kita, tetapi bacaan hari ini sekaligus menyediakan obat mujarab penyembuh luka tersebut.

Romo Josep ngomongin apa toh?

Makanya, yuk kita gali teks Yoh 20:24-29 ini, di mana Yesus menampakan diri kepada Tomas.

Dikisahkan Tuhan Yesus yang bangkit menampakan diri di hadapan para muridNya di sebuah rumah.

Dikatakan Tomas TIDAK ADA bersama para murid.

Perhatikan apa yang dikatakan PARA MURID (10 orang) kepada Tomas (1 orang). Lalu perhatikan juga apa REAKSI Tomas.

Kata murid-murid yang lain itu kepada Tomas:

"Kami telah melihat Tuhan!"

Tetapi Tomas berkata kepada mereka:

"Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambungNya, sekali-kali aku tidak akan percaya."

Apa yang bisa kita cermati:

Tomas adalah simbol murid Tuhan yang terluka. Luka kenapa mo? Jatuh?

Bukan sembarang luka. Kematian Yesus, guruNya, di kayu Salib menghancurkan seluruh harapan, impian, masa depan, iman Tomas.

Peristiwa kematian Yesus tentunya juga sulit diterima oleh murid-muridNya lainnya.

Seperti sebuah pukulan telak yang tidak mudah diterima. Rasanya lebih menyesakkan daripada jagoan kita kalah dalam Pilkada kemarin.

Kematian Yesus, Sang Gembala, adalah luka yang menghancurkan hidup dan harapan para murid.

Romo Jo, lebay amat bahasanya.

Tidak, saya tidak lebay. Hal itu bisa kita lihat sendiri dalam kata-kata yang keluar dari mulut Tomas sendiri.

Lihat syarat yang diajukan Tomas untuk percaya, ngak main-main loh.

Ada 3 syarat, yang makin lama makin absurd.

1. Melihat
2. Mencucukkan jari
3. Memasukkan tangan.

Lihat syaratnya, makin lama makin ngeri dan brutal. Hal itu menunjukkan Tomas semakin membentengi diri untuk tetap tidak percaya.

Uniknya, ternyata luka Tomas menciptakan luka bagi 10 murid lainnya.

Bayangkan bila dalam komunitas atau keluarga sudah tidak ada lagi rasa saling percaya.

Tomas tidak percaya pada kesaksian mereka tentang Tuhan yang bangkit.

Di sini terjadi konflik vertikal dan horisontal. Bisa jadi ada murid lain yang marah dengan keras kepala Tomas.

Menarik untuk diperhatikan bagaimana Tuhan Yesus menyembuhkan Tomas dan juga murid lainnya.

Yesus menyembuhkan Tomas dengan menegurnya di hadapan para murid lainnya, dalam komunitas, dalam kebersamaan.

Di satu sisi Tomas menjadi sembuh dan percaya.

Di sisi lain, para murid lainnya menyaksikan bagaimana Tomas "ditegur/disentil" oleh Yesus.

Saudaraku pencinta Firman Tuhan yang terkasih, seperti Tomas dan para murid lainnya, kebersamaan kadang membuat kita TERLUKA.

Entah itu namanya konflik, beda pendapat, dikritik, tidak dihargai, disingkirkan, diomongin yang ngak-ngak, dll dll.

Godaannya kita menarik diri dari komunitas, acuh tak peduli lagi dengan komunitas, atau entah apapun itu bentuknya.

Dari kasus Tomas kita belajar bahwa yang namanya komunitas ataupun keluarga, dan Gereja adalah tempat iman kita bertumbuh dan berkembang, namun bisa juga menjadi tempat kita terluka sekaligus disembuhkan dan dipulihkan bersama Kristus.

Bila kecewa dan marah dengan komunitas, janganlah kita mutung, menghilang, dari komunitas. Sembuhkan lukamu dalam kebersamaan.

Tuhan memberkatimu.

Sabtu, 04 Maret 2017

MENJADI KATOLIK INDONESIA UNTUK PERDAMAIAN

MENJADI KATOLIK INDONESIA UNTUK PERDAMAIAN

Berhentilah menjadi Katolik bermuka dua yang mengagungkan kedamaian dan persatuan namun terus menebar kebencian atau cemoohan bagi yang lain melalui status-status di FB atau medsos lainnya.

Sebagai orang Indonesia dan Katolik saya merasa bangga bahwa keberadaan Gereja Katolik di Indonesia ikut memberikan sumbangsih berharga bagi perdamaian dan persatuan bangsa Indonesia yang majemuk.

Semangat ke-Katolikan dan ke-Indonesiaan sebagaimana yang digaungkan oleh Mgr. Soegiapranoto SJ 100% Katolik; 100 % Indonesia menjadi spirit Misioner bagi Gereja Katolik untuk bermisi membangun Perdamaian dan Persatuan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Di tengah hiruk pikuk cemoohan dan label “kafir” yang diberikan berdasarkan tafsir oknum kelompok tertentu kepada Gereja Katolik tidak mengendurkan semangat dan misi Gereja Katolik untuk hadir untuk membumikan, merawat dan memperjuangkan perdamaian secara konkret; “AKU DATANG MEMBAWA PERDAMAIAN DAN BUKAN PERPECAHAN” melalui institusi maupun perorangan umat Katolik Indonesia.

Keterlibatan dan peran (yang tentu masih ada kekurangan) Gereja Katolik dalam usaha menjaga dan mewartakan perdamaian demi Keutuhan NKRI adalah bentuk penyangkalan diri Gereja; “melepaskan segala bentuk keegoisan diri” dan masuk dalam Salib (Solidaritas) hidup masyarakat dan bangsa Indonesia untuk kedamaian bersama.

Kehadiran ketiga Bapak Uskup (Mgr. Suharyo, Mgr. Antonius dan Mgr. Paskalis Bruno OFM)  yang secara resmi diundang oleh Presiden Jokowi bersama tokoh lintas agama lainnya untuk bertemu dengan Raja Salman adalah kehadiran umat dan Gereja Katolik yang semakin menegaskan Peran, Misi dan Tanggungjawab Gereja Katolik Indonesia dalam mewartakan Perdamaian dan menjaga Keutuhah NKRI.

Kehadiran ketiga Bapak Uskup bukan sekedar mewakili namun kehadiran seluruh Umat dan Gereja Katolik Indonesia merupakan tindakan aktif Gereja Katolik yang menjadikan Kegembiraan dan Harapan, duka dan kecemasan bangsa Indonesia sebagai Kegembiraan dan Harapan, duka dan kecemasan Gereja Katolik dalam memperjuangkan perdamaian dan kesatuan bangsa dalam kemajemukan.

Pengalaman berharga ini tentunya tidak hanya melahirkan rasa bangga bagi kita sebagai Umat dan Gereja Katolik Indonesia tetapi paling penting adalah menjadi spirit bagi kita semua untuk terlibat aktif dalam menjaga dan memperjuangan Perdamaia, Keadilan dan Kebenaran dalam aksi dan tindakan nyata demi keutuhan NKRI; misalnya berhenti menuliskan hujatan, cemoohan dan status-status di FB atau cuitan di twitter dan medsos lainnya yang bernuansa sentimen dan fanatisme.

JIKA KITA MASIH SAJA MENULISKAN STATUS ATAU APAPUN YANG BERNUANSA SENTIMEN DAN FANATISME; ARTINYA KITA JUGA TERMASUK KELOMPOK TERORIS DAN KAUM RADIKAL YANG MEMECAH BELAH PERSATUAN DAN MERUSAK PERDAMAIAN.

KITA JADIKAN MASA PUASA DAN PANTANG SEBAGAI KETERLIBATAN AKTIF MENJAGA DAN MEMPERJUANGAN PERDAMAIAN DAN KESATUAN BAGI SEMUA. Berhentilah menjadi Katolik bermuka dua yang mengagungkan kedamaian dan persatuan namun terus menebar kebencian atau cemoohan bagi yang lain melalui status-status di FB atau medsos lainnya. Semoga.

Manila: Marso-04-2017
Fr. Juan Tuan MSF

Rabu, 01 Maret 2017

Aksi Kasih dan Puasa

15 aksi kasih sederhana yang menjadi perwujudan konkret dari cinta:
1. TERSENYUMLAH. Seorang Katolik selalu ceria.
2. Katakan TERIMA KASIH/BERSYUKURLAH untuk hal-hal sekecil apapun (bahkan jika kita tidak memilikinya)
3. Ingatkan yang lain bagaimana kamu sungguh MENCINTAI mereka.
4. BERI SALAM SUKACITA kepada orang2 yang kamu jumpai tiap hari
5. DENGARKAN cerita orang lain tanpa menghakimi, tapi dengan cinta.
6. Berhentilah jika ada yang membutuhkan bantuanmu. Jangan CUEK.
7. Cobalah untuk BANGKITKAN SEMANGAT orang-orang di sekitarmu.
8. RAYAKAN KESUKSESAN DAN KEBERHASILAN orang lain, hindarilah menjadi iri dan cemburu.
9. TATALAH barang-barang yang sudah tidak digunakan atau tidak dibutuhkan, dan BERIKAN ke mereka yang membutuhkan.
10. SIAP SEDIALAH UNTUK MEMBANTU ketika kamu dibutuhkan sehingga orang lain bisa beristirahat.
11. KOREKSILAH ORANG LAIN DENGAN CINTA, sesedikit mungkin jangan sampai membuat ia takut.
12. RAWATLAH relasi yang baik dengan mereka di dekatmu
13. JAGALAH KEBERSIHAN barang-barang yang kamu gunakan di rumah
14. TOLONGLAH yang lain mengatasi hambatan mereka
15. TELPONLAH ORANGTUAMU sesering mungkin.

Pilihan Puasa yang menjadi rekomendasi untuk kita semua:

1. Puasa mengeluarkan kata-kata yang menyerang dan ubahlah dengan kata-kata yang manis dan lembut
2. Puasa kecewa/tidak puas, dan penuhilah dirimu dengan rasa syukur.
3. Puasa marah dan penuhi dirimu dengan sikap taat dan sabar.
4. Puasa pesimis. Penuhilah dengan OPTIMIS
5. Puasa khawatir dan penuhilah dirimu dengan percaya pada Tuhan.
6. Puasa Meratap/Mengeluh dan nikmatilah hal-hal sederhana dalam kehidupan.
7. Puasa stress dan penuhilah dirimu dengan DOA
8. Puasa dari kesedihan dan kepahitan. Penuhilah hatimu dengan Sukacita.
9. Puasa egois, dan gantilah dengan bela rasa pada yang lain
10. Puasa dari sikap ga bisa mengampuni dan balas dendam. gantilah dengan pendamaian dan pengampunan.
11. Puasa ngomong banyak, dan penuhilah dirimu dengan keheningan dan siap sedia mendengarkan orang lain.

Jika kita semua mempraktikkan gaya berpuasa ini, setiap hari-hari kita akan dipenuhi dengan kedamaian, sukacita, dan percaya satu dengan yang lain, dan HIDUP.

Selasa, 28 Februari 2017

MAKNA ABU MENURUT KITAB SUCI

MAKNA ABU MENURUT KITAB SUCI

Sebelum kita menerima Abu di dahi kita pada  Hari Rabu Abu, ada baiknya kita mengerti makna dibalik simbol ABU dalam tradisi Kitab Suci.

πŸ‘ΌπŸ» Kata ABU beberapa kali muncul bersamaan dengan kata DEBU. Dua kata ini berasal dari akar kata yang sama. APAR = Debu, IPER= Abu.

πŸ‘ΌπŸ» Debu adalah benda terkecil (pada zaman itu, sebelum ditemukan atom atau partikel), sifatnya: tidak ada artinya, mengotori, tak berguna dan tak bermanfaat, namun masih bisa dilihat.

πŸ‘ΌπŸ» Sementara Abu mengacu pada sisa-sisa benda-benda yang dibakar. Mengacu pada kemusnahan sesuatu yang ada menjadi tiada, kesia-siaan, dan tidak punya arti lagi.

πŸ‘ΌπŸ» Abraham ketika Ia berbicara dengan Tuhan, mengakui dirinya hanyalah debu dan abu (Kej 18:27).

πŸ‘ΌπŸ» Debu dan abu adalah benda yang mempunyai derajat paling rendah di antara benda-benda lainnya.

πŸ‘ΌπŸ» Dalam kitab Samuel dikatakan debu dan abu adalah tempat tinggal orang-orang miskin dan orang lemah. Allah mengangkat mereka dari debu dan abu. 1Sam 2:8.  
                                  
 πŸ‘ΌπŸ»  Ada beberapa tokoh dalam Kitab Suci yang menggunakan ritual pertobatan dengan menggunakan debu dan abu:

1. Ayub. 42:6 "Ayub bertobat dalam debu dan abu"

2. Nabi Yehezkiel menyerukan pertobatan kepada Israel dengan menaruh abu di atas kepala dan berguling dalam debu. (Yeh 27:30)

3. Raja Niniwe setelah mendengar nubuat penghukuman yang disampaikan Yunus. Raja ini menyesal dan duduk di atas debu (Yun 3:6).

πŸ‘ΌπŸ» Dari beberapa contoh kemunculan debu dan abu di atas, kita bisa menarik inspirasi dari tindakan pertobatan dengan penerimaan abu di dahi kita:

PERTAMA
πŸ™ Kita melihat SIAPA DIRI KITA di hadapan Allah. Tuhan lah Allah, Raja atas diri kita, sementara kita bukanlah apa-apa, tidak berarti, seorang hamba sahaya, tetapi DIKASIHI olehNya.

KEDUA
πŸ™ Debu dan abu adalah simbol hancurnya hati dan diri kita setelah kita menyadari betapa DOSA TELAH MERUSAK DIRI KITA sedemikian rupa.

πŸ‘ΌπŸ» Kita menjadi tidak bisa berpikir jernih, penuh nafsu dan tipu daya, pintar bersandiwara, melakukan kebohongan demi kebohongan.

πŸ‘ΌπŸ» Karena dosa kita lupa bahwa kita membutuhkan Tuhan dan sesama. Kita menjadi sedemikian sombong, angkuh dan congkak hati.

KETIGA
πŸ™Menjadi debu dan abu artinya kita meninggalkan kedirian kita, dengan segala kesombongan, sifat egois, segala hal-hal yang merusak identitas kita sebagai anak-anak Allah, yang telah ditebus oleh Darah Anak Allah.

KEEMPAT
πŸ™ Kesadaran bahwa diri kita adalah debu membantu kita untuk melihat orang lain.

πŸ‘ΌπŸ» Kita semua berasal dari debu tanah dan akan kembali menjadi debu, maka tidak perlu ada yang disombongkan lagi. Tidak perlu seorang pun merasa lebih hebat dari orang lain lalu memandang rendah orang lain.

KELIMA
πŸ™ Sebutir debu tidak akan terlihat oleh mata. Debu akan terlihat bila dikumpulkan bersama debu lainnya.

πŸ‘ΌπŸ» Bukankah dunia ini berasal dari kumpulan milyaran debu. Maka diriku yang adalah debu, akan lebih menemukan eksistensi dan maknanya, ketika aku berada bersama yang lain.

πŸ‘ΌπŸ» Aku memerlukan orang lain, dan orang lain pun memerlukan aku.


πŸ‘ΌπŸ» Selamat memasuki MASA PENUH KERAHIMAN ALLAH.

Senin, 20 Februari 2017

Melawan Badai Maut di Laut Asmat

Berita duka dari pantai selatan.

Melawan Badai Maut di Laut Asmat
(Kisah Pastor Siprianus Koten, Pr,  Sr. Cecilia Kelbulan, TMM dan Sr. Hubertina Labok, TMM)

“Suster kita berdoa, supaya kita kuat. Kita kuat bukan untuk sampai ke darat, tetapi untuk menghadapi kematian,” ungkap Pastor Sipri, Pr.

Minggu, 29 Januari 2017, setelah makan siang, Sr. Cecilia Kelbulan, TMM bercerita dengan Pastor Sipri Koten, Pr di meja makan. Di dalam cerita itu, ia bertanya kepada Pastor Sipri kapan bisa ke Agats. “Pastor, kapan ke Agats?” tanyanya saat itu. Dengan nada santai, Pastor Sipri menjawab, “Suster, saya belum punya kepentingan untuk ke Agats.” Setelah mendengarkan jawaban itu, Sr. Cecilia, TMM berkisah tentang tugas yang sedang diembannya yakni mesti menyerahkan berkas peserta ujian nasional ke kantor Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Asmat, di Agats. Ia minta kepada Pastor supaya mereka bisa pergi ke Agats. Mendengar ungkapan suster itu, Pastor Sipri, yang sejak 22 Agustus 2015 bertugas di Paroki Bayun menyanggupi permintaan suster sambil melihat perkembangan cuaca. “Suster, kita lihat cuaca, kalau cuaca bagus, kita jalan,” tuturnya saat itu.

Kisah siang itu berlanjut hingga malam hari di meja makan. “Pastor, hari ini laut teduh,” ungkap Sr. Cecilia Kelbulan, TMM kepada Pastor Sipri. “Baik Suster. Kalau laut teduh, besok pagi kita jalan. Kepastiannya nanti besok pagi-pagi saya ke pantai untuk lihat kondisi laut,” jawab Pastor Sipri.

Senin, 30 Januari 2017, sebelum matahari terbit di ufuk Timur, Pastor Sipri beranjak ke tepi pantai yang berjarak satu kilo meter dari pastoran. Ia memantau kondisi laut. “Subuh menjelang pagi itu, saya melihat laut teduh. Saya pastikan kami bisa ke Agats, sehingga saya minta calon frater yang sedang menjalani masa persiapan (Maper) untuk memanggil suster supaya siap ke Agats,” tutur Pastor Sipri mengenang kisah pagi itu.

Pukul 06.30 WIT, cuaca cerah. Pastor Sipri, Pr bersama Sr. Cecilia Kelbulan, TMM dan Sr. Hurbertina Labok beranjak ke dermaga tempat speed boat ditambatkan. Ketiganya masuk ke dalam speed boat dan beranjak ke Agats. Kondisi laut teduh. Tidak tampak bahwa akan ada badai.

Pukul 07.15 WIT, Pastor Sipri dan kedua Saudarinya berangkat ke Agats. Pastor Sipri yang mengemudikan speed boat. Di dalam perjalanan itu, suasana ceriah tampak di antara ketiga pelayan Tuhan itu. “Kami saling bercerita satu sama lain. Hanya saya lihat Sr. Cecilia khusuk dalam doa semenjak  kami meninggalkan dermaga Bayun,” tutuk Pastor Sipri.


Mesin Speed Boat Mati
Kisah pilu berujung pada kematian tragis Sr. Cecilia Kelbulan, TMM di tengah samudra Pasitifik dimulai ketika mesin speed boat mati di daerah Bokap, beberapa kilo meter sebelum masuk kota Agats. Saat itu, sudah pukul 10.30 WIT. “Mesin mati di daerah Bokap, sudah dekat Agats. Saya berusaha membersihkan mesin karburator dan gelas minyak. Setelah saya pasang dan hidupkan, ternyata mesin tidak bisa hidup,” ungkapnya.


Alternatif yang diambil waktu itu adalah dengan mendayung speed. Pastor Sipri mencoba sekuat tenaga untuk mendayung speed ke tepi pantai. Daya upayanya tidak membuahkan hasil. Arus dan gelombang semakin deras. “Saya berusaha dayung, tetapi arus semakin kencang, sehingga kami sepakat untuk ikut arus. Kami percaya akan ada orang yang lewat dan bisa menolong kami” tuturnya.

Hari beranjak siang. Badai dan gelombang semakin bergelora. Speed boat semakin jauh dari daratan. Di tengah situasi ini, ketiga pelayan Allah di tanah Asmat ini saling menguatkan satu sama lain. “Kami sudah kehilangan akal. Kami saling menguatkan satu sama lain. Terutama, saya meyakinkan  kedua suster bahwa kami akan terdampar di tepi pantai,” tutur Pastor Sipri.

Ironisnya, menjelang sore daratan semakin tidak tampak. Speed boat terhempas oleh arus dan gelombang ke tengah samudra pasifik. Di tengah situasi itu, Pastor Sipri mengungkapkan kekecewaannya. “Suster, saya seperti tidak yakin lagi pada Tuhan. Saya gelisah. Ombak dan angin semakin besar. Tapi, saya lihat suster punya raut wajah sangat tenang, teduh dan tidak panik. Hal ini meyakinkan saya bahwa kami akan sampai di darat,” ungkap Pastor Sipri.

Hari semakin malam. Ketiga pelayan Allah ini terseret angin dan gelombang ke tengah laut. Ketiganya terombang-ambing di dalam speed boat, tanpa mengetahui kapan bisa terdampar di tepi pantai. Di dalam kegalauan di tengah malam itu, mereka tetap berharap akan datangnya pertolongan. Namun, malam itu berlalu tanpa ada yang menolong. “Pukul 22.00 WIT, saya coba keluar dari speed boat dan melihat kami semakin menjauh dari mercusuar Atjs. Saya pikir, kami akan terdampar di Wanam” kata Pastor Sipri.

Hari telah berganti. Dini hari, Selasa, 31 Januari 2017, pukul 01.00 WIT, hujan, badai dan gelombang menghantam speed boat yang terombang-ambing di tengah laut lepas itu. Ketiganya bergulat dengan maut. Pada akhirnya, ketiganya pasrah pada penyelenggaraan Allah. “Kami tidak takut mati lagi. Kami tidak merasa lapar” tutur Pastor Sipri dengan nada merendah.

Inilah hari kedua ketiga pelayan Allah ini terhempas di tengah samudra pasifik. Semakin siang, hujan, gelombang dan badai kian ganas. Dalam situasi seperti itu, ketiganya berpasrah diri. “Suster, kita terima saja. Terserah Tuhan mau bawa kita ke mana,” cerita Pastor Sipri.

Hari menjelang malam, tetapi gelombang dan badai tidak kunjung redah. Tidak ada lagi harapan akan sampai di darat. “Suster kita berdoa, supaya kita kuat. Kita kuat bukan untuk sampai ke darat, tetapi untuk menghadapi kematian,” ungkap Pastor Sipri.

Malam hari, Sr. Cecilia Kelbulan, TMM mengambil jam milik Pastor Sipri. Ia berusaha melihat angka pada jarum jam itu. Ia berujar, “Pastor sudah jam sepuluh malam. Berarti kita masih lama,” tutur suster. Menanggapi pernyataan suster itu, Pastor Sipri menjawab, “Tidak apa-apa suster, Tuhan tidak menutup mata terhadap kita.”

Malam semakin larut. Raut wajah ketiganya semakin lelah. Tidak ada harapan untuk bisa bertahan hidup. Dalam situasi itu, Pastor Sipri merangkul kedua saudarinya. Ketiganya larut dalam doa penyerahan. “Kami berdoa bukan supaya Tuhan mengantar kami ke darat, tetapi supaya jiwa mendapatkan keteduhan. Karena saya lihat ombak dan angin yang begitu besar sehingga tidak ada harapan bahwa kami akan selamat,” tutur Pastor Sipri.

Usai berdoa, Pastor Sipri mengakukan dirinya sebagai hamba paling berdosa. “Suster, kita ini manusia berdosa. Dan di dunia ini, saya yang paling berdosa.  Tetapi, saya yakin dan percaya bahwa tangan saya diurapi, sehingga saya keluar dari speed dan berdiri dekat mesin dan memberkati laut. Sesudah itu, laut teduh sekitar lima belas menit,” cerita Pastor Sipri.


Speed Boat Tenggelam: Saudari Maut Menjemput Sr. Cecilia Kelbulan, TMM
Pukul 23.00 WIT, laut kembali mengamuk dengan dasyat. Gelombang dan badai datang silih berganti menghantam speed. Malam gelap gulit, tak ada sesuatu pun yang tampak. Dalam kondisi gelap itulah speed terhempas oleh ganasnya gelombang dan terbalik. “Saat speed terbalik, kami bertiga ada di dalam speed. Suster Labok yang keluar duluan. Kami bertahan dengan pegang di tepi speed. Gelombang dan badai semakin besar. Setiap kali terhempas ombak, kami punya tangan terlepas dari speed sehingga harus berjuang untuk cari dan pegang tepi speed,” tutur Pastor Sipri.

Terendam di dalam samudra. Untaian doa pengharapan terus terlontar, “Tuhan, tolong kami,” pinta Sr. Cecilia Kelbulan, TMM sebagaimana diungkapkan oleh Pastor Sipri. Sr. Cecilia Kelbulan, TMM tetap berjuang hidup. Ia memiliki semangat bertahan. “Suster berjuang satu jam lebih untuk bertahan dari hempasan badai dan gelombang,” tutur Pastor Sipri.

Di tengah gelombang dan badai, Pastor Sipri tetap memberikan semangat. Ia berpesan supaya mereka tetap memegang tepi speed. Tidak boleh ada yang melepasnya. “Saya bilang, kami harus tetap pegang speed. Kalau sudah tidak mampu, saya akan perintahkan untuk lepas sama-sama,” tuturnya dengan nada senduh mengenang kejadian tragis itu.

Dalam perjuangan melawan badai maut itu, Sr. Cecilia Kelbulan, TMM berujar kepada Pastor Sipri, “Pastor, saya sudah tidak mampu lagi.” Namun, Pastor Sipri tetap memberikan semangat, “Suster, tetap bertahan.” Raga Sr. Cecilia Kelbulan, TMM sudah lelah. Ia sudah pasrah pada Saudari Maut. Namun, Pastor Sipri masih berjuang merangkul suster. Ia mau supaya ketiganya bertahan bersama-sama.

Saudari Maut semakin mendekat, Sr. Cecilia Kelbulan, TMM sudah siap. Ia pasrah pada rencana Tuhan bagi hidupnya. Ia memisahkan diri dari Pastor Sipri. Ia tenggelam. Namun, beberapa saat kemudian, ia muncul ke permukaan. Ia memeluk dan merangkul Saudari sekomunitasnya, Sr. Hurbertina Labok, TMM. Selanjutnya, ia pergi untuk selamanya menghadap Allah, Sang Pencipta.

Pastor Sipri dan Sr. Labok, TMM masih tetap bertahan dengan memegang tepi speed boat. Keduanya meminta agar Sr. Cecilia Kelbulan, TMM yang telah mendahului mereka menghadap Sang Pencipta untuk menolong mereke berdua. “Suster, bantu kami. Antar kami ke darat dan jangan jauh dari kami,” tutur Pastor Sipri mengenang malam kelam di tengah samudra pasifik itu. Ia menambahkan, “Setiap kali dihantam ombak, kami memohon Tuhan mengantar kami ke darat.”

Setelah dua hari dan dua malam di tengah laut lepas, memasuki dini hari ketiga, Rabu, 1 Februari 2017, sekitar pukul 03.00 WIT, Pastor Sipri dan Sr. Hubertina Labok, TMM  menginjakkan kaki di tepi pantai yang berlumpur. Keduanya tidak tahu sedang berada di mana. “Gelombang dan badai menghantam kami sehingga kami terhempas ke tepi. Saya melihat sesuatu di depan sana, tetapi tampak gelap. Saya kira itu lumpur hidup yang biasa orang cerita. Mata saya seperti tertutup lumpur. Beberapa saat kemudian, ombak besar menghantam kami dan kaki saya tiba-tiba menginjak lumpur. Saya yakin itu daratan. Saya tanya Sr. Hubertina Labok, TMM apakah dia juga bisa menginjak lumpur, tetapi dia bilang tidak. Kami tetap pegang tepi speed. Waktu itu, Sr. Hubertina Labok, TMM sudah mau menyerah, tetapi saya tetap merangkulnya. Saya ikat dia punya tangan. Setiap kali terhempas ombak, saya arahkan dia ke punggung speed. Kami bertahan. Pada saat ombak menghempas kami semakin ke tepi, saya menarik Sr. Hubertina Labok, TMM dan kami langsung berada di tepi pantai yang berlumpur. Pada saat kaki menginjak lumpur itu, saya rasa lega, seperti ada di surga,” kenang Pastor Sipri.

Berlindung di Atas Pohon
Waktu itu masih subuh. Gelap gulita. Hujan dan angin kencang masih berlangsung. Kini, Pastor Sipri dan Sr. Hubertina Labok, TMM menghadapi lumpur yang dalam. Daratan masih jauh dari mereka.

Pada saat berjuang melintasi medan lumpur di tepi laut itu, keduanya berpapasan dengan sebatang pohon bakau berukuran besar. Pastor Sipri minta kepada Sr. Hubertina Labok, TMM keduanya memanjat pohon itu dan beristirahat hingga pagi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan datangnya badai dan gelombang besar yang bisa menghempas keduanya kembali ke tengah laut.

Keduanya memanjat pohon bakau itu dan berlindung. “Di atas pohon, kami tidak tidur. Kami berjaga. Saya rasa dingin sekali karena tidak ada pakaian lagi di badan. Saya tanya suster, apakah dia memakai baju alas. Ternyata suster memakainya, sehingga saya minta dia punya jubah untuk tutup saya punya badan yang kedinginan itu,” kisah Pastor Sipri.

Pastor Sipri berkisah, keduanya turun dari pohon sekitar pukul 07.00 WIT, waktu itu hujan dan badai masih bergelora, tetapi hari mulai terang. Daratan masih agak jauh. Lumpur dalam. Sr. Labok, TMM bertubuh pendek. Ia tidak bisa jalan di atas lumpur.  “Lumpur dalam. Sr. Hubertina Labok, TMM pendek sehingga tidak bisa jalan. Saya suruh dia tidur baru saya tarik ke darat karena kalau paksa jalan kami dua pasti tidak sampai di darat,” tutur Pastor Sipri.

Mendapat Pertolongan
Sesampainya di darat, keduanya berinisiatif mencari makanan dan minuman. Mereka mencari siput dan pucuk pandan untuk dimakan. Mereka minum air hujan yang ada di bekas gelas aqua yang berada di hutan belantara itu. Walaupun kotor mereka meminumnya. Sesudah mengisi perut dengan makanan dan minuman seadanya, keduanya mencoba mencari bevak di sekitar daratan itu.

“Kami berjalan ke arah sebelah kiri, tetapi tidak menemukan bevak. Pada saat kembali, saya melihat ada perahu. Saya panggil dan Bapak itu datang. Dia tanya, ‘kamu siapa?’ Saya bilang, ‘Saya Pastor Sipri. Kami mengalami musibah.’ Bapa itu turun dari perahu. Dia peluk dan cium saya, lalu menangis. Saya tanya di Bapa itu, ini di mana? Bapa itu bilang, ‘Ini di Ocenep’. Saya lega karena ternyata kami masih di Asmat. Saya minta air minum dan sagu di Bapa itu. Ia memberikan air minum di jerigen lima liter dan dua potong sagu. Saya dan suster makan. Setelah itu, saya minta Bapa itu pergi ke Pastor Bavo di Basim untuk menyampaikan peristiwa kecelakaan yang kami alami. Bapa itu pun pergi. Rupanya, ia memberitahu beberapa keluarga yang dijumpainya di bevak yang berdekatan dengan tempat kami berada sehingga tidak lama kemudian, masyarakat datang. Mereka menangis sedih,” tutur Pastor Sipri mengenang kejadian memilukan itu.

Matahari beranjak naik. Suasana mendung masih menyelimuti daerah Ocenep. Masyarakat yang datang menangis sedih menyaksikan peristiwa yang menelan korban pelayan Allah itu. Di tengah situasi itu, Pastor Sipri dan Sr. Hubertina Labok, TMM tetap tegar. “Kamu jangan menangis. Kita harus balik speed untuk menemukan Sr. Cecilia Kelbulan, TMM,” ungkap Pastor Sipri. Tetapi, masyarakat menjawab, “Pastor, kami sudah dapat suster di samping speed.”

Setelah menunggu sekian lama, sekitar pukul 15.00 WIT, Pastor Bavo, Pr dan masyarakat dari Basim datang, lalu mengevakuasi jenasah Sr. Cecilia Kelbulan, TMM ke Basim. Di sana, jasad Sr. Cecilia Kelbulan, TMM dimandikan. Kemudian, pukul 16.00 WIT jasad Sr. Cecilia Kelbulan, TMM dibawa ke Agats. Perjalanan ke Agats berlangsung lancar. Pukul 18.00 WIT, iringan speed yang mengantar jasad Sr. Cecilia Kelbulan, TMM tiba di Agats. Isak tangis menyambut kedatangan salah satu pendidik di tanah Asmat ini. Jasadnya, terlebih dahulu dibaringkan di rumah komunitas TMM di Agats. Sesudah itu, dibawa ke gedung pusat pengembangan pastoral Keuskupan Agats.

Kamis, 2 Februari 2017, jasad Sr. Cecilia Kelbulan, TMM dikebumikan di tanah lumpur Asmat. Ia dimakamkan di samping gedung gereja Katedral yang sedang dibangun. Kematiannya dalam perjalanan ke Agats untuk mengurus pendidikan bagi anak-anak Asmat menyimbolkan jiwa pengorbanannya bagi segenap masyarakat Asmat. Ia rela mempertaruhkan nyawanya untuk masa depan anak-anak Asmat. Ia akan dikenang selamanya sebagai sosok guru yang melayani sampai akhir hayat.

Selamat jalan Sr. Cecilia Kelbulan, TMM. Kami mengiringi kepergianmu dengan doa sembari akan berjuang meneruskan semangatmu dalam melayani anak-anak Asmat. (Agats, 14 Februari 2017_Petrus Pit Supardi).

Foto Illustrasi